Politik Bani Muawiyah
I. Pendahuluan
Pada umumnya pasca Khulafaur Rasyidin, pemerintahan Islam seringkali dipandang tidak sesuai lagi dengan syariat Islam. Peristiwa pemberontakan (bughat) Wali Syam Mu’awiyah bin Abi Sufyan kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib yang diperangi dalam Perang Siffin, kemudian berlanjut dengan kekisruhan negara pada masa kekhalifahan Ali yang diakhiri dengan terbunuhnya sang Khalifah oleh Kaum Khawarij, menunjukkan betapa jauh tuntunan Rasul saw dalam hal perpolitikan pada masa itu, bahkan masih di masa adanya para Sahabat. Inilah fakta sejarah yang terjadi. Namun apakah benar, tuntunan Islam dalam perpolitikan (sistem negara dan pemerintahan) sudah tidak sesuai lagi dengan syariat Islam setelah masa itu? Terutama dalam masalah pergantian elit politik (khalifah). Tulisan ini secara khusus akan mengulas sejauhmana penyimpangan terhadap syariat Islam tersebut, bila ada. Dan umumnya akan melihat lebih jauh kiprah perpolitikan masa 14 Khalifah pasca Khulafaur Rasyiddin atau yang dikenal dengan masa Kekhalifahan Umayyah.
Walaupun agak enggan menyebut dengan nama keluarga Umayyah, dalam masa ini, namun fakta yang terjadi adalah pada masa ini Khalifah-khalifah yang dibai’at kebanyakan berasal dari keluarga tersebut. Diawali oleh Khalifah Mu’awiyah yang pernah membantu Rasulullah saw untuk menjadi sekretaris negara di masanya (Ensiklopedi Umum, 1984), kemudian pada masa Khalifah Umar bin Khattab, karena kecakapannya diamanahi menjadi Wali di daerah Syam, yang terus berlanjut sampai Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, sampai akhirnya dengan terbunuhnya Ali, Mu’awiyah karena pengaruhnya yang besar kemudian diba’iat menjadi khalifah berikutnya pada tahun 41H/661M. Penguasaan keluarga ini berakhir pada tahun 132H/750M, dengan terbunuhnya Khalifah keempat belas Marwan bin Muhammad Al Ja’di oleh pemberontakan yang dilakukan Abu Muslim Khurasai.
II. Pembahasan
A. Masa Awal Dinasti Umayah
Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial. hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai Bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya.
Kekuasaan Daulah Umayyah dapat bertahan karena ditopang oleh paham kesukuan yang muncul sejak terjadinya tragedy terbunuhnya Utsman. Kekuasaaan Daulah Umayyah ini selalu membawa bendera suku Quraisy yang tidak dapat dilepaskan. Dan didukung pula adanya pribadi yang tangguh dalam menghadapi berbagai kekacauan yang terjadi dan dapat mengontorol wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan. Pemerintahan ini juga mampu memposisikan paham kekuasaan absolute dalam batas yang masih terkontrol. Hal ini didukung oleh makin koopratifnya kelompok Islam yang lain terhadap pemerintah. Sedangkan dalam kehidupan sosial, kekuatan yang berpaham keIslaman yang pada masa Ali berlawanan dengan paham kesukuan, pada masa Daulah Umayyah justru berpaling mendukung Mu`awiyah. Hal ini disebabkan karena Daulah Umayyah tidak menampakkan permusuhan dengan paham-paham keIslaman, yang sesungguhnya merupakan strategi penguasa untuk menghindari terjadinya kekacauan akibat berkembangnya paham kesukuan.
Namun berdirinya Daulah Umayyah (661-750) tidak semata-mata peralihan kekuasaan, namun mengandung banyak implikasi, di antaranya adalah perubahan beberapa prinsip dan berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi imperium dan perkembangan umat Islam.
Walau pada awalnya Daulah Umayyah tidak mempunyai arah politik khilafah yang jelas, namun kelompok ini memiliki elatisitas dalam menghadapi perkembangan sosial. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan mereka bekoalisi dengan 3 kelompok lain, yaitu kekuatan kesukuan, gerakan oposan dan paham keIslaman secara umum, yang tercermin dalam segala aspek, meliputi aspek pemerintahan, aspek ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
Muawiyah bin Abi Sufyan dalam membangun Daulah Bani Umayyah menggunakan politik tipu daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak gentar melakukan kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa, asal maksud dan tujuannya tercapai
Setelah Amirul Mukminin Ali as, berdasarkan wasiatnya dan bai’at masyarakat, Imam Hasan bin Ali as yang dalam pandangan Syi‘ah adalah imam kedua menjadi khalifah. Akan tetapi, Mu‘awiyah tidak tinggal diam. Ia mengerahkan bala tentaranya ke Irak yang pada waktu itu adalah ibu kota pemerintahan dan memerangi Hasan bin Ali as.
Dengan berbagai propaganda dan iming-iming urang yang melimpah, sedikit demi sedikit ia berhasil merusak jiwa (perang) para sahabat dan komandan tentara Hasan bin Ali as. Akhirnya, ia memaksa Hasan bin Ali—dengan dalih perdamaian—untuk menyerahkan tampuk kekhalifahan kepada dirinya. Dan Hasan bin Ali pun—dengan syarat kekhalifahan harus kembali ke tangannya setelah Mu‘awiyah meninggal dunia dan para pengikut Syi‘ah tidak dianiaya—menyerahkan tampuk kekhilafahan kepadanya.
Pada tahun 40 H., Mua’wiyah berhasil menguasai tampuk kekhalifahan Islam. Langsung ia berangkat ke Irak. Dalam sebuah ceramahnya di hadapan khalayak, ia menegaskan, “Aku tidak memerangi kamu sekalian karena ingin (menegakkan) puasa dan shalat. Tetapi, aku hanya ingin berkuasa atas kamu sekalian. Dan sekarang aku telah sampai kepada tujuan itu.”
Ia juga menegaskan, “Perjanjian dengan Hasan yang telah kutandatangani telah kubatalkan dan berada di bawah kakiku.” Dengan ucapannya ini, Mu‘awiyah ingin menegaskan bahwa ia ingin memisahkan politik dari agama dan tidak akan menjamin (pelaksanaan) undang-undang dan hukum Islam, serta selalu berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya demi menjaga kekekalan pemerintahannya. Jelas bahwa pemerintahan semacam ini adalah sistem kerajaan, bukan kekhalifahan Rasulullah saw. Atas dasar ini, sebagian orang yang pernah bertamu kepadanya, mereka mengucapkan salam kepadanya atas nama seorang raja. Ia sendiri pun dalam sebagian pertemuan khususnya menegaskan bahwa pemerintahannya adalah sebuah pemerintahan kerajaan, meskipun di hadapan khalayak ramai ia menyebut dirinya sebagai khalifah Rasulullah saw.
Akhirnya, Mu‘awiyah yang memang kekuasaannya dibangun di atas pondasi paksaan dan ingin membangun sebuah kerajaan dengan sistem warisan mangaktuaslisaikan niatnya tersebut. Ia mengangkat anaknya, Yazid yang arogan dan tidak memiliki jiwa keagamaan sedikit pun sebagai putra mahkota dan memilihnya sebagai penggantinya Dan Yazid telah menyulut api peristiwa-peristiwa yang sangat memalukan itu.
Dengan ucapannya itu, Mu‘awiyah ingin menegaskan bahwa ia tidak akan mengizinkan Hasan as memegang kembali kekhalifahan. Yaitu, berkenaan dengan kekhalifahan setelah dirinya, ia mempunyai pogram lain. Program tersebut adalah membunuh Hasan as dengan menggunakan racun, dan dengan itu, ia ingin melapangkan jalan bagi anaknya sendiri. Dengan menginjak-injak pernjanjian damai itu, Mu‘awiyah ingin memahamkan kepada masyarakat luas bahwa ia tidak akan memberikan kesempatan kepada para pengikut Syi‘ah untuk hidup aman dan tenang, dan untuk—seperti masa-masa sebelumnya—meneruskan kegiatan-kegiatan mereka. Ia pun telah merealisasikan niat buruknya itu
Ia telah mengumumkan (dengan tegas) bahwa barangsiapa menukil sebuah hadis tentang manâqib Ahlulbait as, maka jiwa, harta, dan harga dirinya tidak akan mendapatkan jaminan keselamatan dan ia juga memerintahkan, barangsiapa mendapatkan sebuah hadis tentang pujian dan manâqib para sahabat dan khalifah, maka ia berhak mendapatkan hadiah yang memuaskan. Akhirnya, banyak hadis yang dibuat dan dipalsukan berkenaan dengan keutamaan para sahabat. Ia juga memerintahkan supaya Ali as dicaci-maki di atas mimbar-mimbar pidato di seluruh penjuru pemerintahan Islam. (Perintah ini masih terus berlaku hingga masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, salah seorang khalifah dari dinasti Bani Umaiyah, pada tahun 99-101 H.). Ia dengan bantuan para antek dan sutradara politiknya yang sebagian mereka adalah sahabat telah membunuh para pengikut Ali as dan menamcapkan kepala sebagian dari mereka di atas tombak, lalu mengelilingkannya di kota-kota. Ia memaksa para pengikut Syi‘ah di mana pun mereka berada untuk mencaci-maki Ali, dan jika mereka enggan melakukannya, maka mereka akan dibunuh .
B. Sistem Politik Dan Perluasan Wilayah
Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik, dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini kaum Paganis. Pasukan Islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M. pada tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45H / 665M. Mereka sampai kewilayah Quhistan pada tahun 44H / 664M. Abdullah Bin Ziyad tiba dipegunungan Bukhari. Pada tahun 44H / 664M para tentaranya datang ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maitan.
Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga melakukan pembangunan fisik dalam skala besar.
Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa yaitu pada tahun 711M. Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan Islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi.
Selanjutnya Ibu Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah pemerintah Islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya, dia wafat pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.
Di zaman Umar Ibn Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak Reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi di zamannya. Dimasa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa pemerintahannya pasukan Islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan melewati pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin tidak berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis. sangat sedikit terjadi perang dimasa pemerintahan Umar. Dakwah Islam marak dengan menggunakan nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk Islam, masa pemerintahan Umar Bin Abd Aziz terhitung pendek.
Di zaman Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan pelit. Penaklukan dimasa pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis pada tahun 114H / 732M. peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat membahayakan Eropa.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.
Khususnya dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan Hadits.
Pada ini juga, politik telah mengaami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan Ibn Ali ketika dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan .
C. Sistem Ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
• Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
• Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.
D. Sistem Peradilan Dan Pengembangan Peradaban
Meskipun sering kali terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk kesejahteraan rakyatnya.
Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh system pemerintahan dan menata administrasi, antara lain organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang dipergunakan untuk:
• Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
• Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
• Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
• Perlengkapan perang
Disamping usaha tersebut daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu, Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik tertentu.
Disamping itu, kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pengembangan peradaban seperti pembangunan di berbagai bidang, seperti:
o Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
o Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
o Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
o Pembuatan mata uang di zaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri Islam.
o Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
o Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
E. Kemajuan Sistem Militer
Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuan-kemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda, pasukan pejalan kaki dan angkatan laut. Kekuatan militer pada masa Bani Umayyah jauh lebh berkembang dari masa sebelumnya, sebab diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil Ijbary). Sedangkan pada masa sebelumnya, yakni masa Khulafaurrasyidin, tentara adalah merupakan pasukan sukarela. Politik ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari unsure Arab.
Pada masa ini juga, telah dibangun Armada Islam yang hampir sempurna hingga mencapai 17.000 kapal yang dengan mudah dapat menaklukan Pulau Rhodus dengan panglimanya Laksamana Aqabah bin Amir. Disamping itu Muawiyah juga telah membentuk “Armada Musin Panas dan Armada Musim Dingin”, sehingga memungkinkannya untuk bertempur dalam segala musim.
F. Sistem Pergantian Kepala Negara Dan Keruntuhan Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah :
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah .
III. Kesimpulan
Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut, dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “Penguasa” yang diangkat oleh Allah .
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan Ibn Ali ketika dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan
Diantara faktor-faktor yang membawa Daulah Bani Umayyah mengalami kemunduran dan kehancuran adalah sebagai berikut:
• Munculnya fanatisme kesukuan dalam suku-suku bangsa Arab
• Kuatnya pengaruh fanatisme golongan (Arabisme) yang memicu munculnya kecemburuan sosial dikalangan non Arab (Mawali)
• Adanya perebutan kekuasaan di dalam keluarga besar Bani Umayyah
• Larutnya beberapa penguasa (khalifah) dalam limpahan harta dan kekuasaan
• Tidak adanya sistem pergantian pemerintah (khalifah) yang baku yang bisa dijadikan patokan dalam pergantian khalifah
• Kuatnya gerakan oposisi dari kaum Syi`ah dan Khawarij
• Sikap hidup yang mewah dilingkungan keluarga Bani Umayyah
• Perhatian penguasa Bani Umayyah terhadap perkembangan agama sangat kurang
• Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas Ibn Abd. Al-Muthalib dan didukung oleh Bani Hasyim, kaum Syi`ah dan kaum Mawali.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maududi Abuk A'la, Khilafah dan Kerajaan, Kharisma, Bandung, cet. I, 2007
http://tristiono.wordpress.com 2009/03/16/ Daulah Bani Umayyah dan Daulah Bani Abbasiyah
Rais Muhammad Dhiauddin, Teori Politik Islam, Gema Insani Press : Jakarta, 2001
Armstrong Karen, Islam Sejarah Singkat, Jendela : Yogyakarta, cet. I, 2002
Syalabi A, sejarah kebudayaan dan Islam, Jakarta : P.T. Pustaka Al-Husna Baru, 2003
As-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa`; Sejarah Penguasa Islam: Khulafa`urrasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, Cet. I, Pustaka Al-Kautsar; Jakarta: 2001
Muchtar Ghazali, Adeng, Drs. M.Ag, Perjalanan Politik Umat Islam dalam Lintasan Sejarah, Cet.I, CV.Pustaka Setia; Bandung: 2004
Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Cet. XII, PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta: 2001
Antony Black, Pemikiran Politik Islam, Serambi : Jakarta
By : Lutfiy
Currently have 0 komentar: